Judul Novel : Negeri 5 Menara
Pengarang : A. Fuadi
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Tahun Terbit : Agustus 2010
Kota Terbit : Jakarta
Halaman : 424 halaman
Novel ini menceritakan seorang anak yang bernama Alif yang lahir di pinggir Danau Maninjau dan tidak pernah menginjak tanah di luar ranah Minangkabau.
Alif tidak pernah mengira bahwa dirinya akan jadi santri PM yang disebut-sebut telah mencetak banyak ulama dan intelektual muslim itu. Sebab, sejak kecil dia ingin menjadi ''Habibie''. Baginya, Habibie tidak dalam arti seorang teknokrat genius, tapi sebuah profesi sendiri lantaran dia sangat kagum pada tokoh itu. Itu sebabnya, Alif ingin masuk SMA dan kelak melanjutkan pendidikan di ITB, sebagaimana riwayat perjalanan intelektual Habibie. Namun, ibunda Alif menginginkan anaknya mewarisi keulamaan Buya Hamka, ulama kondang yang lahir dan besar tidak jauh dari Bayur, tanah kelahiran Alif. Maka, dalam kebimbangan, Alif menerima tawaran itu sehingga dia bertemu dengan santri-santri berkemauan keras seperti Baso yang mati-matian menghafal 30 juz Quran sebagai syarat guna menggapai impiannya bersekolah di Madinah. Begitu juga Raja, Dulma¬jid, Said, dan Atang.
Mereka dipersatukan oleh hukuman jewer berantai, Alif berteman dekat dengan Raja dari Medan, Said dari Surabaya, Dulmajid dari Sumenep, Atang dari Bandung dan Baso dari Gowa. Di bawah menara masjid yang menjulang, mereka berenam kerap menunggu maghrib sambil menatap awan lembayung yang berarak pulang ke ufuk. Di mata mereka, awan-awan itu menjelma menjadi negara dan benua impian masing-masing..
Selama menempuh pendidikan di Pondok Madani, Alif mendapatkan banyak pengalaman berharga yang tidak akan dia dapatkan di dunia luar. Pelajaran pertama yang dia terima yaitu doktrinasi Man Jadda Wajadda yang dengan sekuat tenaga harus diteriakkan oleh para santri sebelum menerima pelajaran di Pondok madani. Mantra Inilah dasar dari jiwa-jiwa yang penuh semangat, motivasi dan optimisme mereka untuk menaklukkan apapun masalah yang ada di depan merekaHanya beberapa bulan waktu berbicara dengan bahasa Indonesia bagi santri-santri baru di PM, setelah itu mereka wajib berbicara dalam bahasa Arab atau bahasa Inggris. Bila aturan dilanggar, ganjarannya tidak main-main. Bila tidak digunduli, sekurang-kurangnya bakal dapat jeweran berantai. Bahkan, bila pelanggarannya berat, santri bisa dipulangkan. Saking kerasnya kemauan para sahibul-menara untuk menguasai percakapan dalam dua bahasa asing tersebut, igauan dalam tidur mereka pun terungkap dalam bahasa Arab.
Di Pondok Madani inilah Alif dan lima orang sahabatnya mulai mengukir satu persatu mimpi-mimpi mereka.Dan mimpi mereka pun jadi nyata. Alif di Washington DC, Atang di Kairo, dan Raja di London yang bertemu pada sebuah konferensi di London tidak pernah terbayangkan sebelumnya.Mereka tak pernah menyangka para sahibul-menara bakal menggenggam impian masing-masing. Yang mereka tahu hanya man jadda wajada, siapa bersungguh-sungguh, bakal sukses.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar